“Banyak ilmu yang belum kita ketahui, yang membuat kita harus belajar, belajar, belajar–yang sebenarnya tidak terkejar umur. Sekarang umur saya 77 tahun. Jangan-jangan besok saya sudah tidak ada. Misalnya 10 tahun lagi, berarti sampai 87 tahun, apa kuat saya sampai ke sana.”
(Danarto-Dalam wawancara dengan Kumparan)
Sastrawan senior, Danarto (77 tahun), meninggal dunia di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa 10 April 2018 pukul 20.45 WIB. Dia mengalami pendarahan di kepala setelah tertabrak sepeda motor saat akan menyeberang di kawasan Ciputat siang harinya.
Jenazah Danarto akan dimakamkan di kampung halamannya di Sragen, Jawa Tengah, hari ini. Dimakamkan di samping makam Ibunya. Sebagaimana keinginan Beliau, sesuai kisah yang diceritakan oleh kemenakannya.
Sastrawan Danarto luka2 ditabrak. Kini dlm keadaan koma dirawat di RS Fatmawati, Jakarta. Penabraknya dikabaran membantu menolongnya. Semoga yg terbaik terjadi bagi sahabat banyak orang ini. pic.twitter.com/zwfSulGhrp
— goenawan mohamad (@gm_gm) April 10, 2018
Keluarga besar Teater Koma sangat berduka atas berpulangnya sahabat kami Pak Danarto, Selasa 10 April, 20.45 WIB, di ruang UGD RS Fatmawati Jakarta karena tertabrak motor di Ciputat tadi siang sekitar pukul 13.00 WIB.
— Teater Koma (@teaterkoma) April 10, 2018
Mas Danarto selamat jalan .. Sampai jumpa … #utangRasa
— Jack Separo Gendeng (@sudjiwotedjo) April 10, 2018
Mungkin, tak banyak anak muda yang mengenal Danarto. Selain bahwa karya-karya nya -terutama dalam bentuk cerpen- adalah karya yang agak sulit dipahami. Namun, Danarto telah menancapkan kukunya di dunia sastra Indonesia. Namanya harum dalam khasanah sastra kita. Goenawan Mohamad menyebut Danarto sebagai “pelopor realisme magis di Indonesia”.
Danarto lahir di Sragen, Jawa Tengah, 27 Juni 1940. Selama kuliah di ASRI Yogyakarta, dia aktif dalam Sanggar Bambu pimpinan pelukis Sunarto Pr, dan ikut mendirikan Sanggar Bambu Jakarta. Tahun 1979-1985 bekerja di majalah Zaman, tahun 1976 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Tahun 1983 menghadiri Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda.
“Ternyata kematian itu membahagiakan. Sungguh di luar dugaan. Kematian itu tidak terbatas. Luas bagai cakrawala. Mengapa harus ditangisi? Jelas ini salah tafsir.” (Danarto, 2008: 10)
— Fajar Nugros (@fajarnugros) April 10, 2018
Danarto, yg saya kenal sejak 1963, bermula sbg perupa yg karyanya mempesona: adegan dan sosok ganjil yg digambar dgn halus. Pada 1967 tiba2 ia menulis cerita2 (“Godlob”) dgn tokoh magis mirip dari mimpi — sebelum “Realisme Magis”, usebelum Garcia Marquez.
— goenawan mohamad (@gm_gm) April 10, 2018
Terima kasih Om Danarto…
Orang Jawa Naik Haji itu buku cetakan pertama yg aku dpt begitu masuk IKIP Jakarta. Di Gramedia Matraman nemu Godlob dan nemu Gergasi di Gunung Agung, Kwitang. Sayang Berhala dipinjam teman yg khianat mengembalikan. pic.twitter.com/KNOPfKTXKI— ꦌꦤ꧀ꦢꦁꦪꦸꦭꦶꦪꦱ꧀ꦠꦸꦠꦶ (@endang_yl) April 10, 2018
Ia pernah mengikuti program menulis di Kyoto, Jepang dan menjadi dosen Institut Kesenian Jakarta sejak 1973. Cerpen “Rintik” mendapatkan Hadiah Horison tahun 1968. Kumpulan cerpennya Adam Ma’rifat memenangkan Hadiah Sastra 1982 Dewan Kesenian Jakarta, dan Hadiah Buku Utama 1982. Kumpulan cerpen Berhala (1987) mendapatkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K pada tahun 1987. Tahun 1988 ia mendapatkan Hadiah Sastra ASEAN. Tahun 2009 Danarto menerima Ahmad Bakrie Award untuk bidang kesusasteraan.
Pada 1 Januari 1986, Danarto mengakhiri masa bujangannya dengan menikahi Siti Zainab Luxfiati. Rumah tangga Danarto tidak berlangsung lama. Danarto dan Zainab bercerai setelah lebih kurang 15 tahun berumah tangga.
Di usia senja nya, Danarto hidup seorang diri di sebuah rumah kontrakan di Pamulang, Tangerang Selatan. Meski kesehatan dan usia membuatnya tak lagi produktif, Danarto tidak ingin dan tidak merasa harus berhenti dari kreativitas melukis dan menulis. Danarto berupaya mencukupkan semua kebutuhan hidupnya dari menjual lukisan dan tulisan–cerita pendek, esai sastra, dan puisi.
13. Ini pesan Cak Nun dari Mandar setelah tahu Mas Danarto meninggal. pic.twitter.com/wEyl5R2GJi
— Effendi (@eae18) April 10, 2018
Polisi ngasih HP Mas Danarto ke saya. Sastrawan besar Indonesia, HPnya super jadul. pic.twitter.com/e0NxDPnzw8
— Effendi (@eae18) April 10, 2018
Selamat jalan Mas Danarto. Semoga tenang di sana. Tulisanmu, pemikiranmu tetap mengarungi segala zaman 🙏
— IG: ulinyusron (@ulinyusron) April 10, 2018
Saat ini Danarto sudah berpulang. Dalam sebuah keranda metal di paviliun Jenazah RS Fatmawati, kemenakan, murid, sahabatnya, para seniman, dan tetangganya berdiri di sekeliling. Semua mendoakan Sang Maestro.
Ars longa vita brevis. Seni itu panjang, hidup itu singkat.